Rabu, 11 Desember 2013

PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI



LAPORAN AKHIR
MIKROBIOLOGI PERTANIAN




 




                                           






Oleh
Junaidin
11.04.07.0419





PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SAMAWA (UNSA)
SUMBAWA BESAR
2013


LEMBAR PENGESAHAN

Laporan hasil praktikum Mikrobiologi Pertanian disusun oleh           :
Praktikan




Junaidin
NIM : 11.04.07.0407
Co. Ass




Okta Adi Saputra
NIM : 11.04.07.


            Laporan hasil praktikum ini dibuat untuk memenuhi persyaratan akademik (Kurikulum Fakultas Pertanian) pada Universitas Samawa (UNSA) Sumbawa Besar.

Sumbawa Besar, Juni 2013




Menyetujui
Dosen Pengampuh





Heri Kusnayadi, MP
NIDN : 0802018102


                                     KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah swt. Karena atas limpahan rahmat-Nyalah saya dapat menyelesaikan “Laporan Akhir Praktikum Mikrobiologi Pertanian” ini dengan baik.
          Penyusunan laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah mikrobilogi pertanian.
          Penyelesaian laporan ini tidak lepas dari berbagai proses antara lain, mencari bahan litelatur, media elektronik, pengolahan data serta penyusunan data menjadi laporan.
          Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu dosen yang telah membantu dan ikut andil serta memotivasi dalam penyusunan laporan ini serta berbagai pihak yang telah membantu.
          Saya menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Sehingga Saya berharap pada pembaca agar dapat memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan pada masa yang akan datang.



Sumbawa Besar, Juni 2013




Penulis





DAFTAR ISI

                                                                                                            Halaman
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................... I
KATA PENGANTAR............................................................................................. II
DAFTAR ISI........................................................................................................... III
DAFTAR TABEL.................................................................................................. IV
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
          1.1. Latar Belakang........................................................................................ 1
          1.2. Tujuan...................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 5
2.1.    ACARA 1  PEMBUATAN MIKROORGANISME LOKAL (MOL)............. 5
          2.1.1.  Pelaksanaan Praktikum...................................................................... 5     
          2.1.2.  Landasan Teori.................................................................................... 5
          2.1.3.  Alat, Bahan, dan Cara Kerja................................................................ 8
          2.1.4.  Hasil dan Pembahasan....................................................................... 9
2.2.    ACARA 2  PEMBUATAN PESTISIDA NABATI...................................... 11
          2.2.1.  Pelaksanaan Praktikum.................................................................... 11     
          2.2.2.  Landasan Teori.................................................................................. 11
          2.2.3.  Alat, Bahan, dan Cara Kerja.............................................................. 14
          2.2.4.  Hasil dan Pembahasan..................................................................... 15
2.3.    ACARA 3  INOKULASI BAKTERI Acetobacter xylinum DAN
          FERMENTASI NATA ................................................................................ 17
          2.3.1.  Pelaksanaan Praktikum.................................................................... 17  
          2.3.2.  Landasan Teori.................................................................................. 17
          2.3.3.  Alat, Bahan, dan Cara Kerja.............................................................. 19
          2.3.4.  Hasil dan Pembahasan..................................................................... 22
BAB III PENUTUP................................................................................................ 26
3.1. Kesimpulan............................................................................................ 26
3.2. Saran..................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA


DAFTAR TABEL

Tabel .................................................................................................... Halaman

1.    Hasil pengamatan dari proses fermentasi Mikro Organisme Lokal (MOL) pembiakan menggunakan air rebusan kedelai...................................................................................... 9

2.    Hasil pengamatan pembuatan pestisida nabati dari ekstarak air daun mimba    15

3.    Hasil pengamatan pembuatan inokulasi bakteri Acetobacter xylinum……………………………………………………………………22

4.    Hasil pengamatan fermentasi nata de coco dari air kelapa     murni.............      24

























BAB I
PENDAHULUAN

1.1.        Latar belakang
Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair.  Bahan utama MOL terdiri dari beberapa  komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber mikroorganisme.  Bahan dasar untuk fermentasi larutan MOL dapat berasal dari hasil pertanian, perkebunan, maupun limbah organik rumah tangga. Karbohidrat sebagai sumber nutrisi untuk mikroorganisme dapat diperoleh dari limbah organik seperti air cucian beras, singkong, gandum, rumput gajah, dan daun gamal.  Sumber glukosa berasal dari cairan gula merah, gula pasir, dan air kelapa, serta sumber mikroorganisme berasal dari kulit buah yang sudah busuk, terasi, keong, nasi basi, dan urin sapi (Hadinata , 2008).
Larutan MOL dibuat sangat sederhana yaitu dengan memanfaatkan limbah dari rumah tangga atau tanaman di sekitar lingkungan misalnya sisa-sisa tanaman seperti bonggol pisang, gedebong pisang, buah nanas, jerami padi, sisa sayuran, nasi basi, dan lain-lain.
Bahan utama dalam larutan MOL teridiri dari 3 jenis komponen, antara lain :
a.    Karbohidrat : air cucian beras, nasi bekas, singkong, kentang dan gandum
b.    Glukosa : cairan gula merah, cairan gula pasir, air kelapa/nira
c.    Sumber bakteri : keong mas, buah-buahan misalnya tomat, papaya, dan kotoran hewan (Anonim, 2010).

Ada beberapa cara pembiakan MOL yang mudah dibuat, yakni :
a.       Menggunakan air rebusan kedelai (Air rebusan kedelai ± 10 liter  ditambahkan Gula merah ¼ kg )
b.      Menggunakan air kelapa (air kelapa ± 10 liter, gula merah ¼ kg, buah-buahan busuk secukupnya)
c.       Menggunakan batang pisang (air kelapa ± 10 liter, gula merah ¼ kg, batang pisang 0,5 cm )
d.      Menggunakan kotoran hewan (kotoran hewan (sapi, kerbau) ± 10 liter, gula merah ½ kg, dedak/bekatul 5 kg, air kelapa secukupnya (untuk mengaduk sampai basah) (Anonim, 2010). 
            Perkembangan pengetahuan masyarakat mengenai bahaya penggunaan bahan-bahan kimia dalam produk-produk pertanian, mau tidak mau mendorong akademisi maupun orang-orang yang berkecimpung di bidang pertanian lain untuk menghasilkan produk-produk pertanian organik. Salah satu sumber bahan kimia yang mengkontaminasi produk-produk pertanian berasal dari penggunaan pestisida (Anonim, 2011).
            WHO dan Program Lingkungan PBB memperkirakan ada 3 juta orang yang bekerja pada sektor pertanian di negara-negara berkembang terkena racun pestisida dan sekitar 18.000 orang diantaranya meninggal setiap tahunnya (Miller,2004). Beberapa pestisida bersifat karsinogenik yang dapat memicu terjadinya kanker. Berdasarkan penelitian terbaru dalam Environmental Health Perspective menemukan adanya kaitan kuat antara pencemaran DDT pada masa muda dengan menderita kanker payudara pada usia tuanya (Barbara and Mary, 2007). Menurut NRDC (Natural Resource Defense Council) tahun 1998, hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan penderita kanker otak, leukemia dan cacat pada anak-anak awalnya disebabkan tercemar pestisida kimia. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Harvard School of Public Health di Boston, menemukan bahwa resiko terkena penyakit Parkinson meningkat sampai 70% pada orang yang terekspose pestisida meski dalam konsentrasi sangat rendah (Anonim, 2011).
            Salah satu tanaman yang mempunyai kemampuan tersebut adalah Mimba. Zat yang terkandung dalam tanaman ini mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan serangga hama. Tanaman mimba mengandung zat azadirachtin, triol, salanin, dan nimbin. Pada tanaman ini yang bisa dimanfaatkan untuk pestisida adalah bagian biji dan daun. Berikut adalah cara pembuatan pestisida nabati dari mimba (Anonim, 2011).
            Acetobacter Xylinum meskipun termasuk dalam golongan bakteri, namun Acetobacter xylinum merupakan bakteri yang menguntungkan manusia. Artinya dapat digunakan untuk membuat suatu produk yang bermanfaat bagi manusia. Misalnya seperti bakteri asam laktat yang menghasilkan yoghurt, asinan dan lainnya (Anonim, 2012).
            Bakteri nata de coco dapat hidup pada larutan dengan derajat keasaman atau kebasaan 3,5-7,5 pH, namun Acetobacter xylinum akan lebih tumbuh dengan optimal pada derajat keasaman 4,3 pH. Idealnya bakteri Acetobacter xylinum hidup pada suhu 28°– 31 °C. selain itu, bakteri ini sangat membutuhkan pasokan oksigen (Anonim, 2012).
            Nata de coco adalah sejenis jelly kenyal berwarna putih susu atau bening, yang berasal dari proses fermentasi air kelapa. Produk nata de coco ini pada awalnya diproduksi di Filipina. Secara etimologis, nata de coco berarti krim kelapa atau terapung. Proses fermentasi nata de coco dibantu oleh sejenis bakteri bernama Acetobacter xylinum. Enzim yang dihasilkan bakteri nata de coco mengubah gula yang terkandung dalam air kelapa menjadi lembaran-lembaran serat selulosa. Lembaran-lembaran selulosa itu kemudian menjadi padat dan berwarna putih bening yang dinamakan nata (Anonim, 2012).
            Pada fermentasi nata terjadi hubungan saling membutuhkan antara khamir S.Cerreviceae dengan bakteri Accetobacter xylinum dengan Gluconobacer. Mekanisme dalam fermentasi nata adalah Adanya kandungan karbon dan nitrogen dalam media menstimulasi khamir S.Cerreviceae untuk merombak sukrosa menjadi glukosa dan kemudian difermentasi menjadi alkohol, selanjutnya Accetobacter xylinum dan Gluconobacter mengoksidasi alkohol menjadi asam asetat sebagai metabolit utama. Bakteri Accetobacter xylinum menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat menyusun (mempolimerisasi) zat gula (glukosa) menjadi ribuan rantai (homopolimer) serat atau selulosa. Dari jutaan jasad renik yang tumbuh dalam media, akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna putih hingga transparan, yang disebut sebagai nata (Anonim, 2013).       

1.2.        Tujuan
1.    Untuk mengetahui cara pembuatan mikroorganisme lokal (MOL)
2.    Untuk mengetahui cara pembuatan pestisida nabati
3.    Untuk mengetahui inokulasi banteri Acetobacter xylinum dan fermentasi nata










BAB II
PEMBAHASAN

2.1.        ACARA I PEMBUATAN MIKROORGANISME LOKAL (MOL)
2.1.1.   Pelaksanaan Praktikum
·                  Tanggal Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 4 Mei 2013
·                  Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Samawa (UNSA) Sumbawa Besar
·                  Tujuan Praktukum
1.  Untuk memeberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang cara            atau teknis pembuatan mikroorganisme lokal (MOL)
2.  Untuk meningkatkan kreatifitas mahasiswa bagaimana cara          pembuatana    mikroorganisme lokal (MOL)

2.1.2.   Landasan Teori
Mikroorganisme merupakan makhluk hidup yang sangat kecil dengan kemampuan sangat penting dalam kelangsungan daur hidup biota di dalam biosfer.   Mikroorganisme mampu melaksanakan kegiatan atau reaksi biokimia untuk melangsungkan perkembangbiakan sel (Sumarsih, 2003).
Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair.  Bahan utama MOL terdiri dari beberapa  komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber mikroorganisme.  Bahan dasar untuk fermentasi larutan MOL dapat berasal dari hasil pertanian, perkebunan, maupun limbah organik rumah tangga. Karbohidrat sebagai sumber nutrisi untuk mikroorganisme dapat diperoleh dari limbah organik seperti air cucian beras, singkong, gandum, rumput gajah, dan daun gamal.  Sumber glukosa berasal dari cairan gula merah, gula pasir, dan air kelapa, serta sumber mikroorganisme berasal dari kulit buah yang sudah busuk, terasi, keong, nasi basi, dan urin sapi (Hadinata , 2008). 
Larutan MOL adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan dasar dari berbagai sumberdaya yang tersedia setempat. Larutan MOL mengandung unsur mikro dan makro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang tumbuhan, dan sebagai agens pengendali hama dan penyakit tanaman, sehingga MOL dapat digunakan baik sebagai pendekomposer pupuk hayati dan sebagai pestisida organik terutama sebagai fungisida. Salah satu activator yang cukup murah adalah larutan MOL (Mikro Organisme Lokal) (Anonim, 2012).
Tiga bahan utama dalam larutan MOL:
a.   Karbohidrat, bahan ini dibutuhkan bakteri/ mikroorganisme sebagai sumber energi. Untuk menyediakan karbohidrat bagi mikroorganisme bisa diperoleh dari air cucian beras, nasi bekas/ nasi basi, singkong, kentang, gandum, dedak/ bekatul dll
b.   Glukosa, bahan ini juga sebagai sumber energi bagi mikroorganisme yang bersifat spontan (lebih mudah dimakan mereka). Glukosa bisa didapat dari gula pasir, gula merah, molases, air gula, air kelapa, air nira dll
c.   Sumber Bakteri (mikroorganisme lokal, bahan yang mengandung banyak mikroorganisme yang bermanfaat bagi tanaman antara lain buah-buahan busuk, sayur-sayuran busuk, keong mas, nasi, rebung bambu, bonggol pisang, urine kelinci, pucuk daun labu, tapai singkong dan buah maja. Biasaya dalam MOL tidak hanya mengandung 1 jenis mikroorganisme tetapi beberapa mikroorganisme diantaranya Rhizobium sp, Azospirillium sp, Azotobacter sp, Pseudomonas sp, Bacillus sp dan bakteri pelarut phospat (Anonim, 2012).
Ada beberapa cara pembiakan MOL yang mudah dibuat, yakni :
·         Menggunakan air rebusan kedelai (Air rebusan kedelai ± 10 liter  ditambahkan
      Gula merah ¼ kg )
·         Menggunakan air kelapa (air kelapa ± 10 liter, gula merah ¼ kg, buah-buahan busuk secukupnya)
·         Menggunakan batang pisang (air kelapa ± 10 liter, gula merah ¼ kg, batang pisang 0,5 cm )
·         Menggunakan kotoran hewan (kotoran hewan (sapi, kerbau) ± 10 liter, gula merah ½ kg, dedak/bekatul 5 kg, air kelapa secukupnya (untuk mengaduk sampai basah) (Anonim, 2010).
Manfaat dan keunggulan pupuk organik menggunakan MOL :
·         Sederhana dan mudah dipraktekkan
·         Murah karena memanfaatkan bahan lokal yang tersedia sekitar lingkungan
·         Biota tanah terlindungi
·         Memperbaiki kualitas tanah dan hasil panen
·         Tidak mengandung racun sehingga aman bagi manusia dan ternak (Anonim,2010).




2.1.3.   Alat, Bahan, dan Cara Kerja
Ø  Alat
ü Blender
ü Timbangan
ü Ember
ü Kain
Ø  Bahan
ü Air Rebusan Kedelai ± 10 Liter, Gula Merah ¼ Kg (Untuk Kelompok 1)
ü Air Kelapa ± 10 Liter, Gula Merah ¼ Kg, Buah-Buahan Busuk (Pepaya, Semangka, Pisang, Dll Yang Rasanya Manis) Banyak Mengandung Kalium (Untuk Kelompok 2)
ü Air Kelapa ± 10 Liter, Gula Merah ¼ Kg, Batang Pisang (Ati) 0,5 Cm (Banyak Mengandung Unsur N Dan K) (Untuk Kelompok 3)
Ø  Cara Kerja
ü Semua buah-buahan dihancurkan/dihaluskan
ü Campur semua bahan dalam ember
ü Aduk hingga rata lalu ditiup dengn kain
ü Lakukan pengadukan setiap hari selama 7 sampai 15 hari (Proses Fermentasi)
ü Bahan siap diaplikasikan/digunakan
ü Kegunaannya : untuk pembuatan kompos, dan aplikasikan langsung ke tanaman dengan dosis 1 liter untuk 10 liter air.



2.1.4.   Hasil dan Pembahasan       
Tabel 1. Hasil pengamatan dari proses fermentasi Mikro Organisme Lokal (MOL) pembiakan menggunakan air rebusan kedelai
Hari
Ciri-ciri mol
Keterngan
Ke-1
-
Hari pembuatan MOL
Ke-2
Masih seperti warna hari pertama pembuatan, warnanya merah kecoklatan.
Belum ada perubahan warna
Ke-3
Masih berwarna merah
Belum ada tanda proses fermentasi
Ke-4
Berwarna merah
Mengeluarkan bau tidak enak
Ke-5
Ada seperti busa sabun diatasnya
Mengeluarkan bau yang tidak enak dan belum terlihat berhasil atau tidaknya MOL
Ke-6
-
Sama seperti hari ke-5
Ke-7
-
Masih terlihat sama dan masih mengeluarkan bau yang tidak enak
Ke-8
Berbusa
Baunya terasa ada campuran alkohol
Ke-9
Busanya makin banyak
Baunya seperti ada alkohol
Ke-10
Sama seperti hari ke-9
Baunya juga sama
Ke-11
Sama juga seperti hari ke-9,10
Seperti bau alkohol
Ke-12
Busanya mulai berkurang
Baunya seperti ada campuran alkohol
Ke-13
-
Mulai muncul bahwa fermentasi akan berhasil
Ke-14
Busanya makin sedikit
Fermentasi mulai berhasil
Ke-15
Proses selsei
MOL berhasil dan siap diaplikasikan

            Dari hasil pengamatan pada Tabel. 1 untuk proses fermentasi MOL (Mikro Organisme Lokal) dari air rebusan kedelai ± 10 liter, yang dicampur dengan ¼ kg gula merah. Untuk pembuatan MOL menggunakan air rebusan kedelai kita terlebuh dahulu menghaluskan gula merah dengan menggunakan blender, baru setelah itu kita campu kedalam air rebusan kedelai yang di dalam ember. Kemudian setelah itu ember yang berisi bahan yang tadi ditutup rapat yang di alasi dengan kain, agar udara tidak dapat masuk dan mengganggu dari pada proses fermentasi. Setiap hari harus dikontrol dan diaduk sampai proses fermentasinya selesai, kita harus menunggu selama 15 hari, baru bisa diaplikasikan atau gunakan untuk penyemprotan sebagai fungisida, dan sebagai starter pembuatan kompos. Menurut  (Hidayat, 2006) MOL adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan dasar dari berbagai sumberdaya yang tersedia setempat. Larutan MOL mengandung unsur mikro dan makro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang tumbuhan, dan sebagai agens pengendali hama dan penyakit tanaman, sehingga MOL dapat digunakan baik sebagai pendekomposer pupuk hayati dan sebagai pestisida organik terutama sebagai fungisida.
            Untuk hari ke-2 proses fermentasi MOL merah kecoklatan samapai dengan hari ke-4, hari ke-3 dan 4 mengeluarkan bau yang kurang enak. Pada hari ke-5 sampai hari ke-7 ada busa diatasnya, dan belum ada tercium bau alkoholnya. Pada hari ke-9 sampai denga hari ke-11 busa dipermukaan masih ada, tapi sudah tercium bau alkohol. Dan untuk hari ke-12,13 dan 14 tidak jauh berbeda, busanya mulai berkurang. Dan hari ke-15 MOL siap di aplikasikan.














2.2.        ACARA II PEMBUATAN PESTISIDA NABATI
2.2.1.    Pelaksanaan Praktikum
·                Tanggal Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 11 Mei 2013
·                Tempat praktikum
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Samawa (UNSA) Sumbawa Besar
·                Tujuan praktikum
1.  Untuk memberika pemahaman kepada mahasiswa tentang manfaat          tanaman yang ada dilingkungan untuk  digunakannya sebagai        pestisida dan insektisida organik       
2.  Untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa bagaimana cara        atau teknis pembuatan pestisida organik

2.2.2.Landasan Teori
Daun mimba (Azadirachta indica)  tersusun spiralis, mengumpul di ujung rantai, merupakan daun majemuk menyirip genap. Daun mimba dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membasmi hama dengan cara yang tradisional yang ramah lingkungan, karena penggunaan daun mimba sebagai pestisida nabati tidak menimbulkan dampak atau pencemaran yang membahayakan masyarakat sekitar (Ruskin, 1993).
Mimba merupakan salah satu tumbuhan sumber bahan pestisida (pestisida nabati)  yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian hama. Mimba memiliki efek anti serangga dengan azadirachtin sebagai komponen yang paling potensi. Ekstrak daun dapat berefek sebagai fungisida alami pada pengendalian penyakit antraknosa pada apel pasca panen, berefek insektisida terhadap larva Aedes aegypti (Ruskin, 1993).
Penggunaan pestisida dilingkungan pertanian menjadi masalah yang sangat dilematis, terutama pada tanaman sayuran dan tanaman pangan sampai saat ini masih menggunakan insektisida kimia sintetis secara intensif. Disatu pihak dengan digunakannya pestisida maka kehilangan hasil yang diakibatkan organisme penganggu tanaman (OPT) dapat ditekan, tetapi akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan seperti berkembangnya ras hama yang resisten terhadap insektisida, resurjensi hama, munculnya hama sekunder, terbunuhnya musuh alami hama dan hewan bukan sasaran lainnya, serta terjadinya pencemaran lingkungan (Prijono, 1994). Sedangkan dilain pihak tanpa penggunaan pestisida akan sulit menkan kehilangan hasil yang diakibatkan OPT (Kardinan, 2001).
Adapun keunggulan dari mimba, pengendalian hama dengan menggunakan mimba sebagai insektisida nabati mempunyai beberapa keunggulan antara lain :
a.    Di alam senyawa aktif mudah terurai, sehingga menghasilkan produk pertanian yang sehat karena bebas residu pestisida kimia.
b.    Cara kerja spesifik, sehingga relatif aman terhadap vertebrata (manusia, lingkungan dan ternak)
c.    Tidak mudah menimbulkan resistensi, karena jumlah senyawa aktif lebih dari satu.
d.    Murah dan mudah dibuat oleh petani, tidak menyebabkan keracunan pada tanaman, sulit menimbulkan kekebalan terhadap hama, kompatibel digabung dengan cara pengendalian yang lain (Anonim, 2011).

Dengan keunggulan ini maka akan dihasilkan produk pertanian dengan kualitas yang prima, dan kelestarian ekosistem tetap tarpelihara, tetapi ada pula kelemahan dari daun mimba yaitu :
a.    Persintensi insektisida yang sangat kadang kurang menguntungkan dari segi ekonomis, karena pada populasi yang tinggi diperlukan aplikasi yang berulang-ulang agar mencapai keefektivan yang maksimal.
b.    Biaya produksi mahal, sehinga harga jualnya belum tentu lebih murah dari insektisida sintetik (Anonim, 2011).
            Kendala Pengembangan Mimba sebagai Insektisida Alami
·         Aplikasi kurang praktis dan hasilnya tidak dapat segera dilihat, di samping itu petani harus membuat media sendiri. Dengan alasan tersebut petani akan lebih memilih pestisida kimia daripada nabati.
·         Kurangnya dorongan penentu kebijakan.
·         Bahan, seperti halnya biji mimba  tidak tersedia secara berkesinambungan, hal tersebut disebabkan karena biji mimba hanya dapat dipanen setahun sekali.
·         Frekuensi pemakaian lebih tinggi, yang disebabkan karena sifat racunnya mudah terdegradasi.
·         Memerlukan persiapan yang agak lama, untuk mendapatkan konsentrasi bahan pestisida yang baik harus dilakukan perendaman selama 12 jam (semalam) (Anonim, 2011).





2.2.3.    Alat, Bahan, dan Cara Kerja
Ø  Alat
ü Ayakan 850 nm
ü Kain furing
ü Blander
ü Ember
ü Pengaduk
ü Timbangan
Ø  Bahan
ü Daun mimba
ü Deterjen
ü Alkohol
ü Air
Ø  Cara Kerja
ü Menyiapkan daun mimba
ü Kemudian diblander sebanyak 50 gr daun mimba segar dengan 1 liter air, 1 ml alkohol, aduk sampai rata, kemudian rendal selama (12 jam).
ü Keesokan harinya rendaman bahan dari daun mimba disaring dengan kain furing.
ü Larutan hasil penyaringan kemudian ditambah dengan 1 g deterjen atau 0,5 ml perata (apsa), aduk hingga rata dan larutan siap disemprotkan.



2.2.4.    Hasil dan Pembahasan
Tabel 2. Hasil pengamatan pembuatan pestisida nabati dari ekstarak air daun mimba
Hari
Bahan
Alat
Cara Pembuatan
Ke-1
·        Daun mimba
·        Alkohol
·        Air 
·         Blender
·         Toples
·         Timbangan
·         Pipet tetes
·        Blander 50 gr daun mimba segar dengan 1 liter air, kemudian endam semalam (12 jam)
·        Masukan 1 ml alkohol
Ke-2
·         Deterjen
·        Kain furing
·        Timbangan
·        Rendaman bahan disaring dengan kain furing
·        Hasil penyaringan kemudian ditambah dengan 1 gr deterjen atau 0,5 perata (apsa)

            Dari hasil pengamatan pada Tabel. 2 untuk pembuatan pestisida nabati dari ekstrak daun mimba, maka dapat bermanfaat untuk digunakan sebagai pestisida dan insektisida organik, dan juga dapat meningkatkan kreatifitas kita dalam melakukan pembuatan pestisida dan insektisida organik. Menurut (Ruskin, 1993) Salah satu tanaman yang mempunyai kemampuan tersebut adalah Mimba. Zat yang terkandung dalam tanaman ini mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan serangga hama. Tanaman mimba mengandung zat azadirachtin, triol, salanin, dan nimbin. Pada tanaman ini yang bisa dimanfaatkan untuk pestisida adalah bagian biji dan daun.
            Untuk pembuatan pestisida nabati dari daun mimba, memerlukan alat dan bahan, seperti blender, kain furing, toples, daun mimba, alkohol, air dan deterjen. Pemuatan pestisida nabati ini memerlikan waktu 2 hari. Untuk hari pertama kita menyiapkan daun mimba segar untuk diblender sebanyak 50 g dan air 1 liter. Setelah itu masukan alkohol 1 ml, kemudian dituangkan kedalam toples kosong dan diaduk hingga merta. Lalu didiamkan selama semalam (12 jam). Untuk proses hari ke-2 kita menyiapkan kain furing, timbangan dan deterjen, hasil rendaman bahan disaring menggunakan kain furing, kemudian tambahkan deterjen 1 g atau 0,5 ml perata (apsa). Aduk hingga rata dan pestisida siap disemprotkan. Menurut (Anonim, 2011) pembuatan pestisida nabati dari daun mimba ialah sebagai berikut :
1. Haluskan 50 gram daun mimba segar dengan menggunakan blender
2. Rendam daun halus di dalam 1 liter air selama semalam (12 jam)
3. Saring larutan dengan kain furing
4. Campurkan larutan hasil penyaringan dengan 1 gram detergen, aduk rata
Cara aplikasi :
Encerkan 500 ml larutan daun mimba hasil saringan di dalam 14 liter air, lalu aplikasikan di lahan pada sore hari.














2.3.      ACARA III INOKULASI BAKTERI Acetobacter xylinum DAN    FERMENTASI NATA
2.3.1.   Pelaksanaan Praktikum
·                Tanggal Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari sabtu 8 Juni  2013
·                Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Samawa (UNSA) Sumbawa Besar
·                Tujuan praktikum
1.    Untuk mengatahui cara pembuatan inokulasi bakteri Acetobacter            xylinum
2.    Untuk mengtahui cara pembuatan nata dengan pemanfaatan      bakteri Acetobacter xylinum
3.    Untuk mrngatahui cara melakukan fermentasi nata oleh bakteri   Acetobacter xylinum

2.3.2.   Landasan Teori
Acetobacter xylinum merupakan bakteri berbentuk batang pendek, yang mempunyai panjang 2 mikron dan lebar , micron, dengan permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini bias membentuk rantai pendek dengan satuan 6-8 sel. Bersifat ninmotil dan dengan pewarnaan gram menunjukkan gram negative (Anonim, 2012).
Bakteri ini tidka membentuk endospora maupun pigmen. Pada kultur sel yang masih muda, individu sel berada sendiri-sendiri dan transparan. Koloni yang sudah tua membentuk lapisan menyerupai gelatin yang kokoh menutupi sel koloninya. Pertumbuhan koloni pada medium cair setelah 48 jam inokulasi akan membentuk lapisan pelikel dan dapat dengan mudah diambil dengan jarum oase (Anonim, 2012).
Acetobacter xylinum yang berupalembaran selulosa dari pengubahan gula yang terdapat pada substrat (umumnya air kelapa tetapi dapat pula dari bahan lain) menjadi partikel selulosa. Nata ini kandungan utamanya adalah air dan serat sehingga baik untuk diet dan sering digunakan dalam pembuatan dessert atau sebagai tambahan substansi pada koktail, es krim dan sebagainya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan nata di antaranya adalah bakteri, gula dan nitrogen, selain itu harus pula diperhatikan suhu dan pH serta jangan tergoyanng agar pembentukan pelikel berlangsung baik (Anonim, 2010).
Bakteri Acetobacter Xylinum mengalami pertumbuhan sel. Pertumbuhan sel didefinisikan sebagai pertumbuhan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Bakteri Acetobacter Xylinum mengalami beberapa fase pertumbuhan sel yaitu fase adaptasi, fase pertumbuhan awal, fase pertumbuhan eksponensial, fase pertumbuhan lambat, fase pertumbuhan tetap, fase menuju kematian, dan fase kematian (Anonim, 2010).
Apabila bakteri dipindah ke media baru maka bakteri tidak langsung tumbuh melainkan beradaptasi terlebih dahulu. Pada fase terjadi aktivitas metabolisme dan pembesaran sel, meskipun belum mengalami pertumbuhan. Fase pertumbuhan adaptasi dicapai pada 0-24 jam sejak inokulasi. Fase pertumbuhan awal dimulai dengan pembelahan sel dengan kecepatan rendah. Fase ini berlangsung beberapa jam saja. Fase eksponensial dicapai antara 1-5 hari. Pada fase ini bakteri mengeluarkan enzim ektra seluler polimerase sebanyak-banyaknya untuk menyusun polimer glukosa menjadi selulosa (matrik nata). Fase ini sangat menentukan kecepatan suatu strain Acetobacter xylinum dalam membentuk nata (Anonim, 2012).
Fase pertumbuhan lambat terjadi karena nutrisi telah berkurang, terdapat metabolic yang bersifat racun yang menghambat pertumbuhan bakteri dan umur sel sudah tua. Pada fsae ini pertumbuhan tidak stabil, tetapi jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak dibanding jumlah sel mati (Anonim, 2012).
Fase pertumbuhan tetap terjadi keseimbangan antara sel yang tumbuh dan yang mati. Matrik nata lebih banyak diproduksi pada fase ini. Fase menuju kematian terjadi akibat nutrisi dalam media sudah hampir habis. Setelah nutrisi habis, maka bakteri akan mengalami fase kematian. Pada fase kematian sel dengan cepat mengalami kematian. Bakteri hasil dari fase ini tidak baik untuk strain nata (Anonim, 2012).

2.3.3.   Alat, Bahan, dan Cara Kerja
a.    Alat
Ø  Alat untuk tahap I
ü Pisau
ü Blander
ü Saringan
ü Botol kaca/ plastik atau botol bekas lainnya
ü Wadah
ü Kertas nasi
ü Karet pengikat
Ø  Alat tahap II
ü Panci/loyang dari stanless
ü Pengaduk/sendok stenliss
ü Kompor
ü Timbangan duduk
ü Gelas ukur
ü Baki plastik
ü Koran penutup
ü Karet pengikat
ü Muk ukur
ü Kain kassa/saringan halus
b.    Bahan
Ø  Bahan tahap I
ü  Nanas matang 2 buah
ü  Gula pasir 3 sendok makan
ü  Air 150 ml
Ø  Bahan tahap II
ü  Air kelapa murni
ü  Gula pasir Za/Urea
ü  Cuka
ü  Bibit nata de coco yang telah dibuat pada tahap 1
c.    Cara Kerja
Ø  Tahap I Inokulasi Bakteri Acetobacter xylinum (semua kelompok)
ü Kupas nanas matang sebanyak 2 buah, lalu cuci hingga bersih
ü Potong kecil-kecil nanas tersebut, masukan kedalam blander    (alat penghancur lainnya seperti parutan).
ü Setelah dihancurkan, peras air nanas dan saring.
ü Pakai ampas nanas hasil saringan, lalu tambahkan gula pasir    dan air dengan perbandingan ampas nanas:gula:air =6:3:1.
ü Aduk campuran tersebut sampai rata, kemudian masukan        kedalam botol yang telah tertutup rapat.
ü Diamkan selama 2-3 minggu sampai terbentuk lapisan putih     diatas campuran tersebut simpan didalam temperatur kamar,   jangan membuka tutup botolnya.
ü Bagian yang digunakan untuk membuat nata adalah air dari      campuran tersebut yang mengandung bakteri Acetobacter     xylinum.
ü Apa yang anda hasilkan biasa tersebut sebagai starter atau bibit           Acetobacter xylinum.
Ø  Tahapan II Fermentasi Nata de coco kelompok 1
ü Air kelapa mentah disaring, dan dimasuka kedalam dandang/panci ukuran 5 liter/20 liter dimasak sampai mendidih 100 °C
ü Setelah mendidih masukan gula pasir, untuk dandang/panci 5 liter gula 250 gr, za 0,5 gr, cuka 50 cc dan untuk dandang 20 liter × 4 dari dandang/panci 5 liter..
ü Air kelapa yang sudah mendidih yang dicampur dengan gula, za, cuka biang masukan kedalam baki plastik kira 1,2 liter dan harus dipastikan bahwa baki plastik dalam kondisi bersih dan steril dari bakteri.
ü Baki plastik ditutup dengan menggunakan koran dan pastikan koran pun dalam kondisi steril dari bakteri yang akan mengganggu pertumbuhan nata de coco/sari kelapa, koran harus dijemur dipanas matahari.
ü Baki-baki ditutup rapat dan disusun diatas rak baki secara rapi dan ditiriskan sampai dingin untuk diberi bibit nata de coco.
ü Masukan bibit atau starter Acetobacter xylinum 20 ml/nampan. Pembibitan dilakukan pada pagi hari sekitar jam 5.30-60.30, hasil pembibitan ditutup kembali.
ü Baki hasil pembibitan tidak boleh terganggu apapun, tidak digoyang-goyang, bila angin melihat hasil nata de coco bisa dilihat pada hari ke-3.
ü Baki hasil pembibitan dibiarkan selama satu minggu.
ü Pada hari ke-7 silakan dibuka.
ü Panen nata de coco/sari kelpa dapat dinikmati pada hari ke-7. Ciri nata de coco yang baik permukaan rata dan halus. Apabila dari hasil tersebut dipermukaannya ada yang berlubang, seperti sisa gunung berapi maka itu dimungkinkan karena baki atau koran yang tidak steril.

2.3.4.    Hasil dan Pembahasan
Tabel 3. Hasil pengamatan tahapan I untuk pembuatan inokulasi bakteri Acetobacter xylinum
Minggu
Warna
Perubahan Bentuk
Ke -1
kuning
Bentuk untuk minggu peratama, ampasnya masih bercampur dengan air, belum membentuk inokulasi.
Ke -2
Kuning
Bentuknya sudah berubah, ampas dan air nanas sudah memisah, ampasnya sudah mengambang.
           
Dari hasil pengamatan Tabel. 3 untuk inokulasi bakteri Acetobacter xylinum dari buah nanas yang dilakukan, proses untuk pembuatan inokulasi bakteri membutuhkan waktu sekitar 2-3 minggu, tapi waktu yang digunakan dalam praktikum ini hanya 2 minggu. Dilihat pada minggu petama ampas dan air nanas masi menyatu atau masih bercampur, dan warnanya kuning, tidak ada perubhan warna dari hari pertama pembuatan inokulasi. Sedangkan untuk minggu ke- 2 proses inokulasi bakteri, ampas dan air nanas sudah terpisah dan ampasnya membentuk seperti mengapung pada air nanas. 
            Menurut (Anonim, 2012) selama fermentasi terjadi penurun pH dari 4 menjadi 3. Derajat keasaman medium yang tinggi ini merupakan syarat tumbuh bagi Acetobacter xylinum. Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada kisaran pH 3-6. Pada medium yang asam sampai kondisi tertentu akan menyebabkan reproduksi dan metabolisme sel menjadi lebih baik, sehingga metabolisnya pun banyak. Penurunan pH medium ini salah satunya disebabkan karena terurainya gula menjadi etanol oleh Acetobacter xylinum yang kemudian berubah menjadi asam asetat.










Tabel 4. Hasil pengamatan tahapan II untuk fermentasi nata de coco dari air kelapa murni
Hari
Warna
Aroma
Keterangan
Ke-1
-
-
Awal pembuatan nata de coco
Ke-2


Disimpan dalam lemari tertutup tidak boleh dibuka
Ke-3
Berwarna kuning diatasnya ada kaya busa
Mengeluarkan bau seperti bau basih
Pada hari ke-3 baru boleh dibuka dan dmasukan inokulasi bakteri Acetobacter xylinum
Ke-4
s/d ke-7
Masih berwarna sama seperti hari ke-3
Baunya semakin tidak enak dan bau busuk
Untuk proses fermentasi nata de coco yang dilakukan tidak berhasil (gagal)

            Dari hasil pengamatan Tabel. 4 untuk tahapan II proses fermentasi  nata de coco yang dari air kelapa murni , waktu yang dibutuhkan untuk fermentasi nata de coco ini selama kurang lebih 1 minggu. Untuk hari pertama proses pembuatan nata de coco yang disimpan pada tempat tertutup dan ruangan yang ber-ac baru proses fermentasi bisa berjalan dengan baik, hari ke-3 baru bisa dibuka, dan masukan starter, bakteri dari nanas dan nampan yang satunya dimasukan bakteri dari air kelapa, setelah itu ditutup kembali dan disimpan sampai pada hari ke-7 dan tidak boleh goyang-goyang karena proses fermentasinya akan terganggu. Dan bisa memicu nata de coco tidak berhasil, hal yang memicu ketidakberhasilan nata de coco karena bahan, alat dan juga cara kerja yang tidak steril.   
Pembuatan nata menurut (Warisno Dalam Anonim, 2004) adalah sebagai berikut :
a) Persiapan starter
Air kelapa disaring menggunakan kain kasa. Air kelapa direbus sampai mendidih, ditambahkan urea, gula pasir dan asam cuka, kemudian sampai larutan memikiki pH 4. Larutan yang masih panas dituang ke dalam botol yang sudah disterilkan sebanyak dua pertiga bagian botol. Botol ditutup dengan kertas koran dan diikat kuat, disimpan diruang inkubasi selama satu minggu. Setelah satu minggu, terbentuk lapisan berwarna putih, starter siap digunakan.
b) Proses Fermentasi
Bahan dasar nata didiamkan sampai kotoranya mengendap, disaring dengan kain kasa, kemudian direbus sampai mendidih selama 15 menit. Pupuk ZA, gula pasir, dan asam cuka dimasukan, diaduk sampai tercampur rata. 1 liter larutan yang masih panas tersebut dimasukan ke dalam loyang plastik atau baki. Loyang ditutup kertas koran dan diikat kuat, kemudian dibiarkan dingin. 100 ml starter dimasukan ke dalam loyang, kemudian fermentasi selama satu minggu.
c) Pemanenan nata
Nata siap dipanen setelah diinkubasi selama 8-14 hari. Kertas koran penutup dibuka, nata diambil dan dikumpulkan dalam satu wadah. Saat memanen nata, ada bagian yang tidak bisa dipanen yaitu cairan atau padatan. Cairan merupakan sisa media nata, sedangkan padatan berupa nata yang busuk, rusak, berjamur, atau nata yang bentuknya tidak teratur. Nata yang telah disortir selanjutnya dicuci bersih dan dipotong-potong sesuai selera. Aroma masam dihilangkan dengan cara mencuci dan merendam nata dengan air bersih minimal dua kali setelah itu direbus selama 5 menit.


BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
a.        Dari  hasil pengamatan yang kami lakukan dapat disimpulkan bahwa, mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utma mol terdiri dari beberapa komponen yakni karbohidrat, glukosa dan sumber mikroorganisme. Manfaat dan keunggulan pupuk organik menggunakan MOL adalah sederhana dan mudah dipraktekkan, murah karena memanfaatkan bahan lokal yang tersedia disekitar lingkungan, biota tanah terlindungi, memperbaiki kualitas tanah dan hasil panen, dan yang terakhir tidak mengandung racun sehingga aman bagi manusia dan ternak. Alat dan bahan yang digunakan untuk pembuatan mikroorganisme lokal (MOL) salah satunya ialah dari air rebusan kedelai ± 10 liter, gula merah ¼, air, untuk alat yang digunakan adalah ember, blender, timbangan, kain, dan juga pengaduk. Dan cara kerjanya ialah blendernya gula merahnya dulu sampai halus, kemudian dicampur dalam air rebusan kedelai dan diaduk sampai merata. Setelah itu embernya ditutup rapat dan jangan lupa menggunakan kain sebagai alas tutupnya. Untuk proses fermentasi membutuhkan waktu 15 hri, setiap hari harus diaduk selama kurang lebih 15 menit, sampai hari ke-15 harus diaduk. Kegunaan dari mol tersebut ialah untuk pembuatan kompos, bisa juga langsung diaplikasikan ketanaman dengan dosis 1 liter untuk 10 liter air.

b.        Dari hasil pengamatan yang kami lakukan tentang pembuatan pestisida nabati bahwa daun mimba (Azadirachta indica) merupakan salah satu tumbuhan sumber bahan pestida (pestisida nabati) yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian hama. Penggunaan pestisida dilingkungan pertanian menjadi masalah yang sangat dilematis, terutama pada tanaman sayuran dan tanaman pangan yang sampai saat ini masih menggunakan insektisida kimia secara intensif. Denga demikian kita bisa memenfaatkan daun mimba untuk dijadikan sebagai bahan pembuatan pestisida nabati, agar petani dapat menggunakan bahan organik untuk tanaman mereka. Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam prktikum ini, seperti daun  mimba,  air, alkohol, dan deterjen. Untuk alat yang digunakan toples, timbangan pipet tetes, blender, kain furing. Cara kejanya ialah haluskan daun mimba sebanyak 50 g lalu dimasukan dalam toples dan campu dengan alkohol 1 ml. lalu diaduk hingga merta, dan diamkan selam semalam (12 jam), keesoka harinya masukan deterjen 1 g, pestida nabati sudah jadi dan siap disemprotkan.

c.        Dari hasil pengamatan yang dilakukan tentang inokulasi bakteri Acetobacter xylinum dan fermentasi nata de coco bahwa Acetobacter xylinum merupakan bakteri pembentuk batang pendek, yang mempunyai panjang 2 mikron dengan permukaan dinding yang berlendir. Sifat dari Acetobacer xylinum dilihat dari sifat fisiologi, morfologi, dan pertumbuhan sel. Fermentasi merupakan pengolahan substrak yang menggunakan peranan mikroba (jasat renik) sehingga dihasilkan produk yang dikehendaki. Karakterisitik dari nata tersebut ialah seperti sel, berwarna putih hingga abu-abu muda, memiliki rasa tawar dan juga manis. 

3.2.        Saran
Untuk saran saya dalam praktikum ini ialah terutama dalam pembuatan nata, karena nata yang dibuat semua kelompok tidak ada yang berhasil, jadi saran saya kepada teman-teman atau pelaku praktikum yang paling utama  kita harus menjaga kebersihan pada saat praktikum berlangsung, karena syarat  utama yang harus diperhatikan dalam pembuatan nata tersebut alat dan bahan yang digunakan harus dalam keadaan steril, dan juga ruangan yang ber-AC.



DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010. Cara Pembuatan Mikroorganisme Lokal (MOL). Diakses Pada Tanggal 17 Mei 2013. Sumbawa Besar

Anonim, 2010. http://www. Scribd.com/doc/ nata merupaka produk fermentasi dari bakteri Acetobacter xylinum, air kelapa. Diakses pada tanggal 27 Juni 2013. Sumbawa besar

Anonim, 2011. Pemanfaatan Tanaman Mimba Sebagai Alternatif Pestisida Nabati. Diakses Pada Tanggal 17 Mei 2013. Sumbawa Besar

Anonim, 2012. Mikroorganisme Lokal (MOL). Diakses Pada Tanggal 7 Juni 2013. Sumbawa Besar 

Anonim, 2012. http://pelajaran ilmu.blogspot.com/2012/06/ Acetobacter xylinum. Html. Diakses pada tanggal 27 juni 2013. Sumbawa besar

Hardinata, 2008. Pembuatan Mikroorganisme Lokal (MOL). Diakses Pada Tanggal 17 Mei 2013. Sumbawa Besar

Kardinan, 2008. Pestisida Nabati Dari Daun Mimba. Diakses Pada Tanggal 17 Mei 2013. Sumbawa Besar

Kusnayadi, Heri. 2013. Panduan Praktikum Miktobiologi Pertanian Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Samawa (UNSA)

Muhidin, 2001. http:// muhidin. Unimus.ac.id/ fertmentasi nata de coco. Diakses pada tanggal 27 Juni 2013. Sumbawa besar

Ruskin, 1993. Devinisi Pembuatan Pestisida Nabati Dari Daun Mimba. Diakses Pada Tanggal 17 Mei 2013. Sumbawa Besar

Sumarsih, 2003. Mikroorganisme Lokal (MOL) Pada Dunia Pertanian. Diakses Pada Tanggal 17 Mei 2013. Sumbawa Besar 

Sumiyati, 2009. Sumiyati. Karakteristik nata dari Acetobacter xylinum. Diakses pada tanggal 27 Juni 2013. Sumbawa besar

Warisno, 2004. Warisno. Proses permentasi nata de coco. Diakses pada tanggal 27 Juni 2013. Sumbawa besar


1 komentar:

  1. nah ni buat tmen2 qq.... laporan yang sdh sy susun,, mf mash ad kekurngan....moga berguna.. occc!

    BalasHapus